Cari Blog Ini

Rabu, 23 September 2020

 

1.1.Pengertian Mudharabah

Mudharabah memiliki dua istilah yaitu Al Mudharabah dan Al Qiradh sesuai dengan penggunaannya di kalangan kaum muslimin.Penduduk Irak menggunakan istilah Al Mudharabah untuk mengungkapkan transaksi syarikat ini.Sedangkan orang Hijaz menyebutnya dengan istilah Qiradh.Disebut sebagai mudharabah karena diambil dari kata dharb di muka bumi yang artinya melakukan perjalanan yang umumnya untuk berniaga dan berperang, Allah berfirman:

“Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Qur’an.” (Qs. Al Muzammil: 20)

Ada juga yang mengatakan diambil dari kata: dharb (mengambil) keuntungan dengan saham yang dimiliki. Disini perbandingan antara usaha pengelola modal dan modal yang dimiliki pihak pemodal, sehingga keduanya seimbang.Kontrak mudharabah dibentuk secara bebas antara kedua orang atau lebih dengan tujuan mencari keuntungan yang kemudian untuk dibagikan antara pemilik modal dengan pengelola modal,berdasarkan kesepakatan mutualilitas dan secara fair dan sama. Mitra yang aktif (pengelola) secara bebas melakukan perdagangan dengan modal yang dipercayakan kepadanya dengan jalan yang ia anggap terbaik, serta dapat meningkatkan hasil dari bisnis sesuai dengan yang tersebut di dalam kontrak.Berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada pengelola (mudharib), akad kemitraan ini menurut Para ulama membagi Al Mudharabah menjadi dua jenis:

a.                   AlMudharabah Al Muthlaqah (Mudharabah bebas).

Pengertiannya adalah sistem mudharabah dimana pemilik modal (investor/Shohib Al Mal) menyerahkan modal kepada pengelola tanpa pembatasan jenis usaha, tempat dan waktu dan dengan siapa pengelola bertransaksi. Jenis ini memberikan kebebasan kepada Mudhorib (pengelola modal) melakukan apa saja yang dipandang dapat mewujudkan kemaslahatan.

b.                  Al Mudharabah Al Muqayyadah (Mudharabah terbatas).

Pengertiannya pemilik modal (investor) menyerahkan modal kepada pengelola dan menentukan jenis usaha atau tempat atau waktu atau orang yang akan bertransaksi dengan Mudharib.

1.2.Rukun Mudharabah

Al Mudharabah seperti usaha pengelolaan usaha lainnya memiliki tiga rukun:

a.                       Adanya dua atau lebih pelaku yaitu investor (pemilik modal) dan pengelola (mudharib).

b.                       Objek transaksi kerja sama yaitu modal, usaha dan keuntungan.

c.                       Pelafalan perjanjian.( ijab dan Qobul) Sedangkan menurut imam Al Syarbini dalam Syarh Al Minhaaj menjelasakan bahwa rukun Mudharabah ada lima, yaitu Modal, jenis usaha, keuntungan, pelafalan transaksi dan dua pelaku transaksi. Ini semua ditinjau dari perinciannya dan semuanya tetap kembali kepada tiga rukun di atas.

1.3. Syarat Sah Mudharabah

Syarat – syarat sah mudharabah berkaitn dengan aqidani ( dua orang yang akan berakad) modal dan laba.

a.                        Syarat aqidani : di shyaratkan bagi orang yang akan melakukan akad, yakni pemilik modal dan pengusaha adalah ahli yang mewakilkan atau menjadi wakil. Sebab mudharib mkengusahakan harta pemilik modal, yakni menjadi wakil.

b.                       Syarat modal : modal harus berupa uang, modal harus diketahui dengan jelas dan memiliki ukuran, modal harus ada. Modal harus diberikan kepada pengusaha

c.                        Syarat – syarat laba : laba harus memilki ukuran dan laba harus berupa bagian yang umum.

1.4.Aplikasi Mudharabah dalam Perbankan Syariah

Mudharabah di dunia bank syariah merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi operasional bank Islam secara keseluruhan. Aplikasi mudharabah pada bank syariah cukup kompleks, namun secara global dapat diklasifikasikan menjadi dua:

a.                   Akad mudharabah antara nasabah penabung dengan bank

b.                  Akad mudharabah antara bank dengan nasabah peminjam

Berikut ini uraian sekaligus tinjauan syar’i terhadap aplikasi tersebut :

1.5.Akad mudharabah antara nasabah penabung dengan bank.

Aplikasinya dalam perbankan syariah adalah:

a.                   Tabungan berjangka

yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus seperti tabungan qurban,tabungan pendidikan anak, dan sebagainya.Sistem atau teknisnya adalah nasabah penabung memiliki ketentuan-ketentuan umum yang ada pada bank seperti syarat-syarat pembukaan, penutupan rekening, mengisi formulir, menyertakan fotokopi KTP, specimen tanda tangan, dan lain sebagainya.Lalu menyebutkan tujuan dia menabung, misal untuk pendidikan anaknya, lalu disepakati nominal yang disetor setiap bulannya dan tempo pencairan dana.Pada praktiknya, dana akan cair pada saat jatuh tempo plus bagi hasil dari usaha mudharabah. Secara kenyataan di lapangan, pihak bank bisa langsung memberikan hasil mudharabah secara kredit tiap akhir bulan.

b.                  Deposito biasa

Ketentuan teknisnya sama seperti ketentuan umum yang berlaku di semua bank. Pada produk ini, pihak penabung bertindak sebagai shahibul maal (pemodal) dan pihak bank sebagai mudharib (amil). Pada praktiknya harus ada kesepakatan tenggang waktu antara penyetoran dan penarikan agar modal (dana) dapat diputarkan. Sehingga ada istilah deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan.Juga dibicarakan nisbah (persentase) bagi hasilnya dan biasanya dana akan cair saat jatuh tempo. Secara kenyataan, semua akad pada tabungan berjangka dan deposito tertuang pada formulir yang disediakan pihak bank di setiap Customer Service (CS)nya.

c.                   Deposito khusus (special investment)

Di mana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu. Keumuman bank syariah tidak menerapkan produk ini.

1.6. Akad mudharabah antara bank dan nasabah peminjam.

Pada umumnya banyak bank syariah yang tidak mengalokasikan dana pembiayaan ke produk mudharabah dikarenakan risiko yang cukup tinggi, di antaranya:

a.       Side streaming, nasabah menggunakan dana itu tidak seperti yang disebut dalam akad

b.      Lalai dan kesalahan nasabah yang disengaja

c.       Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila dia tidak jujur.Bank syariah lebih banyak mengalokasikan pembiayaan2 ke produk murabahah. Pihak bank akan mengadakan akad dengan skema mudharabah dengan masalah melalui proses yang cukup ketat, di antaranya:

1)      Melihat reputasi nasabah dalam dunia usaha

2)      Melakukan pembiayaan pada usaha-usaha yang dapat diprediksi pendapatannya seperti:

a)      mudharabah dengan koperasi yang melakukan akad murabahah untuk memenuhi kebutuhan karyawannya.

b)      mudharabah dengan pihak yang bergerak di bidang rental officer.

3)      Untuk usaha-usaha yang kurang bisa diprediksi pendapatannya,seringkalinya dialihkan ke akad murabahah. Pada akad mudharabah ini pihak bank bertindak sebagai shahibul maal (pemodal) dan nasabah sebagai mudharib (amil) Saat akad, nasabah dan bank melakukan kesepakatan tentang:

a)     Biaya yang dikeluarkan

b)    Nisbah (persentase) bagi hasil Nisbah ini bisa berubah-ubah, misal: 3 bulan pertama 60:40,tiga bulan kedua 50:50.

1.7.Mekanisme penghitungan.

Bagi hasil dapat dilakukan dengan dua macam pendekatan, yaitu : 

a.                   Pendekatan profit sharing (bagi laba)

Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba,Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost).Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.Pada perbankan syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and loss sharing, di mana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan.

b.                  Pendekatan revenue sharing (bagi pendapatan).

Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang (goods) dan jasa-jasa (services) yang dihasilkannya dari pendapatan penjualan (sales revenue) Dalam arti lain revenue merupakan besaran yang mengacu pada perkalian antara jumlah out put yang dihasilkan dari kagiatan produksi dikalikan dengan harga barang atau jasa dari suatu produksi tersebut.Penghitungan menurut pendekatan ini adalah perhitungan laba didasarkan pada pendapatan yang diperoleh dari pengelola dana, yaitu pendapatan usaha sebelum dikurangi dengan biaya usaha untuk memperoleh pendapatan tersebut.Prinsip revenue sharing diterapkan berdasarkan pendapat dari Syafi'i yang mengatakan bahwa mudharib tidak boleh menggunakan harta mudharabah sebagai biaya baik dalam keadaan menetap maupun bepergian (diperjalanan) karena mudharib telah mendapatkan bagian keuntungan maka ia tidak berhak mendapatkan sesuatu (nafkah) dari harta itu yang pada akhirnya ia akan mendapat yang lebih besar dari bagian shahibul maal. Sedangkan, untuk profit sharing diterapkan berdasarkan pendapat dari Abu hanifah, Malik, Zaidiyah yang mengatakan bahwa mudharib dapat membelanjakan harta mudharabah hanya bila perdagangannya itu diperjalanan saja baik itu berupa biaya makan, minum, pakaian dan sebagainya. Hambali mengatakan bahwa mudharib boleh menafkahkan sebagian dari harta mudharabah baik dalam keadaan menetap atau bepergian dengan ijin shahibul maal, tetapi besarnya nafkah yang boleh digunakan adalah nafkah yang telah dikenal (menurut kebiasaan) para pedagang dan tidak boros.

1.8.Tenggang waktu mudharabah.

a.                   Pihak nasabah memberikan dokumen tentang reputasi dia, pendapatan usahanya, dan lain-lain yang dibutuhkan pihak bank

b.                  Setiap tiga bulan, pihak nasabah membayar kepada bank keuntungan usaha dengan membuat laporan realisasi pendapatan (LRD)

c.                   Pada umumnya pihak bank tidak terlibat dalam usaha nasabah, pihak bank hanya terlibat dalam pembiayaan

d.                  Akad mudharabah ini disertai adanya jaminan dari pihak nasabah.

1.9.Sistem Mudharabah Dan Perkembanganya Di Perbankan Syari’ah

Sistem Mudharabah di perbankan syari’ah dalam mengaplikasikan sistem mudharabah sebagai berikut :

a.                   Didalam praktik perjanjian dilaksanakan dalam bentuk perjanian baku (standart contract).hal ini membatasi atas kebebasan kontrak. Adanya pembatasan dimaksud, berkaitan dengan kepentingan umum agar perjanjian baku itu diatur dalam undang-undang atau setidak-tidaknya diawasi oleh pihak dewan pengawas nasional.

b.                  Bentuk akad produk mudharabah dibank syari’ah dimaksud, dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis yang disebu perjanjian bagi hasil.

c.                   Dalam perjanjian tertulis akad perjanjian mudharabah disebutkan nisbah bagi hasilpemilik dana (shahibul mal) dan untuk pengelola dana (mudharib).nisbah bagi hasil ini berlaku sampai berakhirnya perjanjian.

d.                  Pelaksanaan akad mudharabah terjadi apabila ada calon nasabah yang akan menabung atau meminjam modal dari bank syari’ah.

e.                   Nasabah yang meminjam uang kemudian terlambat membayar bank tidak memberi denda , tetapi memberi peringatan.

f.                   Sistem amanah (kepercayaan).Seseorang memperoleh kredit karena pihak bank mempunyai kepercayaan kepada peminjam.karena itu, pemberian krdit kepada seseorang karena ada kepercayaan dari pihak bank.kredit tnpa kepercayaan tidak mungkin terjadi, karena dikhawatirkan dana yang diserahkan kepada pihak disalahgunakan oleh pihak nasabah dan/atau tidak dibayar/dikembalikan kepada pihak bank pinjaman yang dimaksud.

Selain menggunakan sistem yang digunakan diatas,phak perbankan syari’ah berpedoman pada undang-undang no 10 tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang no 7 tahun 1992 tentang perbankan.undang-undang dimaksud, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pembiayaan berdaarkan prinsip syari’ah adalah penyediaan uang atau tagihan-tagihah n yang dapat dipersamakan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentudengan imbalan atau bagi hasil.oleh karena itu , sebelum pihak bank mengeluarkan kredit terlebih dahulu calon peminjam memenuhi persyaratan sebagai prosedur yang diatur oleh per undang-undangan agar terjadi ketertiban dan mendapat kredit.Untuk mendapatkan pinjaman dari pihak bank yang dikemukakan diatas, mengenai prosedur permohonan pembiayaan, yaitu mulai dari prosedur permohonan pembiayaan, yaitu mulai dari prosedur permohonan pengisian formulir,dan smapai mendapatkan kredit dari pihak bank,maka dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut :

1)                  Calon nasabah mengajukan permohonan pembiayaan secara tertulis kebank pelaksanaan terdekat, yang alamat/tempat tinggalnya (calon nasabah) termasuk wilayah kerja (daerah hukum) bank yang setuju dan sesuai dengan bidang atau sekor konomi yang ditentukan.

2)                  Calon nasabah mengisi daftar isian /formulir/blanko yang telah isediakan oleh pihak bank.

3)                  Bank melakukan penelitian/menganalisis terhadap dana yang tersedia(plafond pembiayaan)dan pribadi calon nasabah.

4)                  Setelah bank selesai mengadakan analisisdan semua persyaratan terpenuhi maka dilakukan penandatanganan perjanjian pembiayaan dan pengikatan perjanjian.

5)                  Penarikan pembiayaanatau pencairan pembiayaan/relisasi pembiayaan.hal ini berarti calon nasabah memperoleh kredit dengan sendirinya calon nasabah menjadi nasabah.

6)                  Berdasarkan hal diatas, dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pihak bank dalam menilai si pemohon pembiayaan mengenai kelayakan untuk memperoleh pinjaman adalah sebagai berikut :

a)      Karakter (charakter), yaitu sifat pribadi termasuk perilaku permohonan pembiayaan perlu dibahas dan diteliti secara hati-hati oleh pihak bank.

b)      Kemampuan(capability), yaitu penilaian atas besarnya modal nasabah yang akan diserahkan dalam perusahaan.

c)     modal (capital), yaitupenilaian atas besarnya modal nasabah yang diserahkan dalamperusahaan.

d)     Persyaratan (condition), yaitupada umumnya adalah penilaian terhadap kondis ekonomi, regional,nasional,maupun internasional terutama yang berhubungan dengan sektor usaha nasabah dan keamanan kredit itu sendiri;

e)      Jaminan (collateral).istilah ini berarti jaminan tambahan karena jamnan utama adalah pribadi yang dinilaibonafiditasdan solidaritasnya.

1.10.Contoh perhitungan tabungan mudharabah.

a.                   Tabungan Mudharabah

Tabungan Mudharabah (TABAH) adalah simpanan pihak ketiga di Bank islam yang penarikanya dapat dilakukan setiap saat atau beberapa kalli sesuai dengan perjanjian. Dalam hal ini bank islam sebagai Mudharib dan deposan sebagai shohibul mal.Bank sebagai mudharib akan membagi keuntungan kepada shohibul mal sesuai dengan nis yang telah disetujui bersaama. Pembagian keuntungan dapat di lakukan setiap bulan berdasarkan Saldo minimal yang mengendap selama periode tersebut Contoh perhitunganya adalah, Saldo rata-rata Tabungan Mudharabah Tuan B di bank Islam sebesar Rp 500.000. nisbah bagi hasil 50%:50%.dan diasumsikan total saldo dana tabungan mudharabah di bank Islam Rp 100 juta.dan keuntungan yang diperoleh untuk dana tabungan sebesar Rp 3 juta.maka pada akhir bulan nasabah akan memperoleh dana bagi hasil.

Rp500.000 x Rp3.000.000 x 50 % = Rp 7.500

Rp100.000.000

( belum termasuk Pajak)

b.                  Deposito mudharabah

Deposito mudharabah merupakan investasi melalui simpanan pihak ketiga ( perseroan atau badan Usaha) yang penarikanya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu jatuh tempo,dengan mendapatkan imbalan bagi hasil.Imbalan dibagi dalam bentuk berbagai pendaptan atas penggunaan dan tersebut secara syariah dengan proporsi pembagian katakanlah 70:30,70% untuk deposan dan 30% untuk bank. Sedangkan jangka waktu deposito mudharabah berkisar antara 1 bulan,3 bulan, 6 bulan dan 12 Bulan.Contoh Perhitunganya,Tuan A menempatkan dana Deposito Investasi mudharabah di bank sebesar Rp 1 juta.jangka waktu 1 bulan,nisbah bagi hasil 70%:30%(70 untuk nasabah dan 30 untuk bank).diasumsikan total dana deposito mudharabah di bank Rp 250 juta dan keuntungan yang diperoleh untuk dana deposito sebesar Rp 6 juta. Maka saat jatuh tempo nasabah akan memperoleh bagi hasil.

1.11.Nisbah keuntungan.

"Nisbah adalah rukun yang khas dalam akad mudharabah, yang tidak ada dalam akad jual beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua pihak yang bermudharabah."Mudharib mendapatkan imbalan atas kerjanya,sedangkan shahib al-maal mendapat imbalan atas penyertaan modalnya.Nisbah keuntungan inilah yang akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian keuntungan.Adapun bentuk-bentuk mudharabah yang dilakukan dalam perbankan syariah dari penghimpunan dan penyaluran dana adalah:

a.              Tabungan Mudharabah.

Yaitu, simpanan pihak ketiga yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat atau beberapa kali sesuai perjanjian.

b.              Deposito Mudharabah.

Yaitu,merupakan investasi melalui simpanan pihak ketiga (perseorangan atau badan hukum) yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu (jatuh tempo), dengan mendapat imbalan bagi hasil.

c.              Investai Mudharabah Antar Bank (IMA).

Yaitu, sarana kegiatan investasi jangka pendek dalam rupiah antar peserta pasar uang antar Bank Syariah berdasarkan prinsip mudharabah di mana keuntungan akan dibagikan kepada kedua belah pihak (pembeli dan penjual sertifikat IMA) berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.

 

1.12.Analisis bagi hasil bank syari’ah.

Pengumpulan dana yang dilakukan oleh Bank Syariah yang berasal dari para Nasabah, para pemilik modal atau dana titipan dari pihak ketiga perlu dikelola dengan penuh amanah dan istiqomah, dengan harapan dana tersebut mendatangkan keuntungan yang besar, baik untuk nasabah maupun syariah.

Prinsip utama yang harus dikembangkan bank syariah dalam kaitan dengan manajemen dana adalah bahwa Bank Syariah harus mampu memberikan bagi hasil kepada penyimpan dana, minimal sama dengan atau lebih besar dari suku bunga yang berlaku di bank-bank konvensional dan mampu menarik bagi hasil dari debitur lebih rendah daripada bunga yang berlaku di bank konvensional.Oleh karena itu upaya manajemen dana bank syariah perlu dilakukan secara baik.Hal tersebut harus dilakukan guna untuk mencapai hasil keuntugan yang besar,agar bagi hasil yang dilakukan dapat peningkatan tabungan nasabah.

Selain mengenai pengumpulan dana,yang perlu di analisis lagi adalah mengenai perbedaan anatara bagi hasil dengan bunga bank pada perbankan konvensional.Perbedaan itu dapat dilihat dari tabel berikut ini:

 

BUNGA

BAGI HASIL

Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung.

Pcnentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.

Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.

Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh

Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.

Bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.

Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang “booming”.

Jumlah pembagian laba meningkat sesuai

dengan peningkatan jumlah pendapatan

Eksistensi bunga diragukan ( kalau tidak dikecam) oleh semua agama, termasuk islam.

Tidak ada yang meragukan keabsahan

bagi hasil

 

Dari tabel diatas dapat dilihat beberapa perbedaan mendasar tentang bank syariah dan bank konvensional, sehingga dalam waktu yang relative muda bank syariah mampu dijadikan rekonstruksiasi perbankan nasional.

Tujuan Pengembangan Koperasi Syariah Sesuai dengan keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah tentang petunjuk pelaksanaan kegiatan usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah Bab II Pasal 2, tujuan pengembangan Koperasi Jasa Keuangan Syariah/Unit Jasa Keuangan Syariah:

a.                   Meningkatkan program pemberdayaan ekonomi, khususnya di kalangan usaha mikro,kecil, menengah dan koperasi melalui sistem syariah

b.                  Mendorong kehidupan ekonomi syariah dalam kegiatan usaha mikro, kecil, dan menengah khususnya dan ekonomi Indonesia pada umumnya Meningkatkan semangat dan peran serta anggota masyarakat dalam kegiatan Koperasi Jasa Keuangan Syariah.

Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit.17 Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 9/19/PBI/2007, pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan atau piutang yang dapat dipersamakan dengan itu Undang-Undang (UU) No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah, pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu. Menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, pembiayaan syari’ah adalah penyediaan dana atau tagihan yang merupakan hasil persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain di mana nantinya pihak lain wajib mengembalikan pinjaman tersebut dalam jangka waktu tertentu dengan memberikan imbalan atau bagi hasil.18 Keputusan Menteri Keuangan (Menkeu) No. 1251/KMK.013/1988 dalam lingkup pembiayaan konsumen dijelaskan bahwa yang dimaksud pembiayaan adalah pembiayaan yang diberikan kepada konsumen untuk melakukan pembelian barang yang pembayarannya dilakukan secara berkala atau angsuran.19 Berdasarkan UU No. 7 tahun 1992, yang dimaksud pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan atau yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan tujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Kerja sama, baik dalam Mudharabah atau Musyarakah adalah sesuatu yang sangat dianjurkan dalam Islam agar kita dapat saling membantu dalam menanggung resiko usaha tertentu yang sesuai dengan syariah,Mudharabah yang termasuk salah satu jenis Kerjasama, yang saat ini memiliki banyak kendala dalam perkembangannya sehingga shahibul mal/bank enggan memakai skema kontrak ini.Nilai-nilai yang terkandung dalam Islam dapat menjadi satu keunggulan preferensi individu muslim.Potensi masalah yang timbul dalam pelaksanaan mudharabah dan Musyarakah agar dapat mengatasi kelemahannya dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu,Peningkatan kualitas preferensi Mudharib dalam menerima amanah dan shahibul mal,Peningkatan kualitas transparansi dalam kontrak seperti penyusunan kontrak yang lebih terperinci dan pemakaian benchmarking, Penerapan standar akuntansi yang memadai.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Zainuddin Ali. Hukum perbankan Syariah. Sinar Grafika: Jakarta . 2008
Muhammad Syafi’I Antonio. Apa dan Bagaimana Bnak Islam. Dana Bhakti Wakaf:yogyakata. 1992

Rahmat Syafi’i. Fiqih Muamalah. Pustaka setia: Bandung. 2001
http://zonaekis.com/definisi-mudharabah
http://www.asysyariah.com/aplikasi-Mudharabah.php.

Ahmad Ifham Sholihin, Pedoman Umum Lembaga Keuangan Syariah, hlm. 459. 17 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari teori ke praktek, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, hlm. 195.Menurut

Muttaqien, Aspek Legal Lembaga Keuangan Syari’ah: Obligasi, Pasar Modal, Reksadana, Finance, dan Pegadaian, Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2009, hlm. 85.

Munir Fuady, Hukum Tentang Pembiayaan Dalam Teori dan Praktek (Leasing, Factoring, Modal Ventura, Pembiayaan Konsumen, Kartu Kredit), Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1995, hlm. 205.

https://www.slideshare.net/AboeQoya/koperasi-syariah-dan-pembiayaan

http://www.darussalaf.or.id/fiqih/aplikasi-mudharabah-dalam-perbankan-syariah/

Tidak ada komentar: