Cari Blog Ini

Rabu, 23 September 2020

 

   Tujuan Manajemen Syariah

Semua organisasi baik yang berbentuk badan usaha swasta atau non swasta, badan organisasi yang bersifat publik atau lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan, tentu mempunyai tujuan sendiri-sendiri yang menjadi motivasi atau alasan dari didirikannya organisasi tersebut. Manajemen di dalam suatu badan  usaha, baik industri, niaga dan jasa, tidak terkecuali jasa perbankkan, didorong oleh motif mendapatkan keuntungan (profit). Untuk mendapatkan keuntungan yang besar, manajemen harus diselenggarakan dengan efisien. Manajemen sangat menentukan bagaimana sebuah organisasi akan berkembang kedepannya, oleh karena itu  manajemen dalam organisasi haruslah dilakukan dengan seefisien mungkin. Sikap mengefisienkan inilah yang  harus ada pada setiap pengusaha dan manajer di manapun mereka berada, baik dalam organisasi bisnis, pelayanan publik, maupun organisasi pelayanan kemasyarkatan. Perbedaannya hanyalah pada falsafah hidup yang dianut oleh masing-masing pendiri atau manajer badan usaha tersebut.

Manajemen yang kita kenal sekarang ini adalah manajemen Barat yang individualistis dan kapitalistis. Di dalam masyarakat yang individualistis, kepentingan bersama dapat ditangguhkan demi kepentingan diri sendiri. Hal ini disebabkan karena mereka telah meninggalkan nilai-nilai religius yang berdasarkan hubungan tanggung jawab antara manusia dengan Tuhannya, baik mengenai suruhan yang ma’ruf dan pencegahan yang munkar, semata-mata ditujukan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.

 

 

B.     Aspek dan Sifat Manusia Sebagai Dasar Manajemen Syariah

Di dalam diri manusia terdapat aspek-aspek yang menggerakkan manusia bertindak dan membutuhkan sesuatu. Aspek-aspek yang perlu untuk dipertimbangkan dalam membangun aspek manajemen islami adalah sebagai berikut:

1.      Kebutuhan fitrah manusia sebagai dasar manajemen Islami

Manusia terdiri dari unsur jasmani dan rohani yang dilengkapi dengan akal dan hati. Unsur-unsur manusia itu memiliki kebutuhannya masing-masing. Manusia mempunyai tubuh yang tunduk pada hukum fisik, yang oleh karenanya merupakan subyek dari fisiknya. Guna mempertahankan hidupnya manusia perlu makan, minum, pakaian dan perlindungan (QS Al-A’raf (7):31). Tetapi manusia bukanlah semata-mata terdiri dari tubuh saja, sehingga semua persoalan tidak dapat diselesaikan  dengan hukum-hukum fisik semata.

Manusia juga adalah makhluk biologis, karena itu juga tunduk pada hukum-hukum biologis. Guna melestarikan spesiesnya, manusia mempunyai alat reproduksi dalam dirinya yang ditandai oleh kecenderungan berupa sex dan berkembang biak (QS. Ali Imran (3):14).

Namun manusia juga bukan hanya merupakan alat reproduksi yang dapat diteliti dengan kacamata sexologi semata. Manusia juga memiliki akal yang membutuhkan sarana berupa ilmu pengetahuan dan kemampuan untuk memikirkan berbagai rahasia dari ciptaan Allah yang ada di langit dan di bumi (QS. Ali Imran (3):189). Sebagai makhluk rasional, sifat akal selalu menuntut kepuasan. Dari sudut pandang ini maka ilmu pengetahuan adalah merupakan tuntutan kebutuhannya.

Selain itu manusia juga termasuk makhluk sosial yang didorong oleh watak aslinya untuk bergaul dengan manusia lainnya. Keinginan alamiah untuk menjalin hubungan permanen antara pria dan wanita, ketergantungan anak manusia akan perlindungan orang tuanya, keinginan manusia untuk membela kepentingan keturunannya dan mempertahankan kasih sayang antara saudara sedarah, kesemuanya itu merupakan kecenderungan alami yang mengarahkan mereka dalam membangun kehidupan sosialnya.

Namun, keramah-tamahan dalam pergaulan hanyalah merupakan salah satu kualitas eksistensinya. Hal ini bukan satu-satunya acuan untuk melengkapi pemenuhan kebutuhan kehidupan yang sempurna. Justru di jaman sekarang ini tidak jarang orang berbuat riya’, ingin dilihat orang, minta agar sedekah yang diberikannya diumumkan, agar diketahui dan dipuji, kemudian memperoleh julukan dermawan. Padahal di mata Allah, nilai setiap amal itu tergantung pada niatnya.

Agar manusia selalu terdorong untuk berusaha memenuhi kebutuhannya, Allah menghiasi pula dengan nafsu dan keinginan, baik untuk memperoleh kesenangan biologis (sex dan beranak pinak) maupun kesenangan lainnya seperti kecintaan kepada harta yang banyak, dari jenis emas dan perak, kuda pilihan, binatang ternak dan sawah ladang (QS 3:14).

Nafsulah atau lebih tepatnya keinginan yang merupakan motivator bagi manusia untuk selalu berusaha memenuhi keinginannya tersebut. Guna memenuhi keinginannya itu, sang nafsu lalu meminta bantuan akal untuk mencari cara yang paling cepat dan mudah untuk mendapatkan-nya. Akal akan menawarkan berbagai alternatif, sesuai dengan kapasitasnya. Kualitas akal ini akan tergantung pada pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya, sedangkan tawaran alternatif metode yang disarankan oleh akal tersebut bisa bersifat rasional atau irrasional. Biasanya alternatif yang ditawarkan itu bersifat netral dan bebas nilai. Metode yang bersifat rasional adalah seperti bercocok tanam, bekerja memproduksi barang yang diinginkan, melakukan pertukaran barang dengan orang lain, meminta harta warisan yang menjadi haknya, bahkan termasuk mengemis, mencuri, merampok dan sebagainya. Sedangkan metode yang bersifat irrasional adalah seperti menggunakan ilmu sihir, spekulasi, berjudi dan lain-lain.

Manusia adalah juga merupakan makhluk moral spiritual, yang membedakan antara kebaikan dan kejahatan, memiliki dorongan bawaan untuk mencapai realitas di luar pengertian akal. Fungsi dari moral spiritual ini diperankan oleh hati. Dalam hal ini, hati berfungsi memberikan pertimbangan kepada nafsu, apakah jenis kebutuhan yang diinginkannya itu halal atau haram, bermanfaat ataukah membahayakan dirinya, jumlah kebutuhan yang diinginkannya itu wajar ataukah berlebihan, dan cara mendapatkannya itu layak ataukah tidak untuk diperturutkan dan dilaksanakan.

Kualitas dari pertimbangan hati itu akan tergantung kepada sistem nilai yang dianutnya dan intensitasnya mengingat AIlah yang diimaninya. Apabila hati beriman kepada Allah dan selalu mengingatNya dengan intensitas yang tinggi, maka nilai pertimbangannya pun semakin baik sesuai dengan norma-norma etika yang telah ditetapkan oleh Allah. Sebaliknya apabila hati beriman kepada toghut maka nilai pertimbangannya pun akan sesat karena mengukuti nasihat-nasihat toghut.

Akumulasi interaksi antara nafsu, akal dan hati inilah yang akan menentukan kualitas nilai diri manusia tersebut. Diri yang seimbang (nafs al muthmainnah) hanya akan memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan fitrahnya saja, yaitu kebutuhan yang dihalalkan oleh Allah swt., dalam jumlah yang diperlukan saja, tidak berlebihan dan dengan cara-cara yang dibenarkan oleh ajaran Allah dan RasulNya. Lain halnya dengan diri yang serakah (nafs al lawwamah) dan liar (nafs al amarah) yang selalu terdorong memenuhi segala keinginan, seperti yang diciptakan oleh setan-setan kapitalis yang memang sangat kreatif dan aktif dalam menciptakan, memproduksi, dan mendorong timbulnya kebutuhan-kebutuhan secara berlebihan, yang justru merusak kualitas hidup manusia, seperti makanan haram, minuman keras, obat-obat terlarang, judi, seks bebas dan sebagainya.

Untuk mendapatkannya pun ditempuh dengan cara-cara yang dilarang oleh Islam, seperti menyuap, merampas, korupsi, menipu, mencuri, merampok, riba, judi, perdagangan gelap, menimbun dan usaha-usaha lain yang menghancurkan masyarakat. Dorongan-dorongan itulah yang melandasi paradigma ekonomi kapitalis yang menyatakan bahwa kebutuhan tidak terbatas, sehingga mereka terus memproduksi apa saja asal masih ada yang menginginkan, meskipun produk itu tidak bermanfaat, bertentangan dengan fitrah kebutuhan manusia, bahkan merusak masyarakat secara keseluruhan.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa manusia yang terdiri dari keseluruhan sifat-sifat tersebut (fisik, biologis, intelektual, spiritual dan sosiologis) memiliki kebutuhan masing-masing yang dipadukan bersama-sama. Sementara di luar itu, ada suatu masalah penting untuk dipertimbangkan, yaitu dengan segala keberadaannya dalam semua aspek kehidupannya yang beragam manusia merupakan bagian dari sistem alam raya yang sangat besar dan luas .

Keseimbangan pemenuhan kebutuhan masing-masing unsur tersebut akan sangat bergantung kepada lemah-kuatnya dorongan nafsu dan kualitas pengendalian yang diperani oleh akal dan hati. Akal dan hati yang berkualitas pasti akan membatasi konsumsinya sebatas kebutuhan fitrahnya. Konsumsi yang melebihi kebutuhan fitrah adalah kebutuhan palsu, yang justru akan merusak dirinya.

Demikianlah Allah swt telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna, yang terdiri dari berbagai unsur yang terorganisir dengan rapi, dan interaksi antar unsur-unsur yang ada mencerminkan suatu sistem manajemen yang sangat sempurna dan canggih. Sudah seharusnya manusia menjadikannya sebagai I’tibar dalam membangun suatu sistem organisasi dan manajemen yang baik (QS. Ash-Shaff(61): 4)

2.      Tujuan hidup manusia sebagai tujuan manajemen

Allah berfirman dalam QS. Adz-Dzariyat (51):56. Inilah tujuan hidup manusia menurut ajaran Allah SWT., yang berintikan tauhid (pengesaan Tuhan) diikuti dengan seruan agar manusia beriman dan cinta kepada Allah dan Rasulnya serta yakin akan adanya hari akhirat . Segala tindakan dan kegiatan manusia hendaknya dilandasi motivasi untuk memperoleh keridlaan Allah, orientasinya kepada kebahagiaan akhirat (tanpa melupakan bagiannya di dunia) dan aplikasinya adalah ditegakkannya hukum (syariah) Allah di bumi. Inilah yang membedakannya dengan orang-orang sekuler, yang motivasi dan orientasi sikap, tindakan dan kegiatannya hanya untuk memperoleh kesenangan hidup di dunia saja, dan aplikasinya adalah tujuan menghalalkan segala cara.

Bagi setiap muslim, keridhaan Allah adalah segala sumber dari kebahagiaan, di dunia dan di akhirat. Dunia adalah ladang tempat bertanam, hasil yang dinikmatinya di dunia adalah bagian kecil saja dari hasil yang sesungguhnya akan diperoleh. Bagian hasil terbesar justru akan dinikmatinya di akhirat. Allah, selain sebagai satu-satunya zat yang patut disembah (tauhid uluhiyah), Allah jualah satu-satunya pengatur seluruh alam beserta isinya (tauhid rubbubiyah). Manusia sebagai hamba-Nya wajib menyerahkan diri bulat-bulat kepada-Nya dan rela untuk diatur oleh-Nya. Pemenuhan kebutuhan hidupnya di dunia sebatas keperluan untuk mengabdikan dirinya kepada Allah. Oleh karenanya setiap usaha yang dilakukan dalam kehidupan dunia ini haruslah senantiasa disesuaikan dengan hukum dan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh syariah Allah SWT. Manusia diciptakan Allah agar berfungsi sebagai penguasa (khalifah) di bumi (QS. An-An’am (6) : 165) dengan tugas untuk memelihara dan memakmurkan bumi. Karena bumi dengan semua sistem ekologi yang telah diciptakan Allah itu sudah merupakan tempat yang baik bagi hidup mereka. Pemanfaatan segala sumber daya di dalamnya harus dilakukan dengan daya cipta yang tinggi dan dengan memperhatikan prinsip keseimbangan. Manusia harus menyadari segala tindakan yang dapat menimbulkan kerusakan di bumi.

Tugas ini memerlukan pengertian yang tepat tentang hukum-hukum Allah yang menguasai alam ciptaan-Nya, dilanjutkan dengan kegiatan bertindak untuk melakukan suatu yang baru, yang baik (saleh), untuk kebaikan (maslahat) bagi manusia, dengan menggunakan teknologi yang sesuai dengan hukum itu. Hal ini berkaitan erat dengan ajaran tentang prinsip-prinsip keadilan dan kejujuran dalam kegiatan hidup, terutama dalam kegiatan ekonomi yang menyangkut proses pembagian kekayaan dan pemerataannya di antara masyarakat.

Beberapa faktor strategis dan fundamental harus dipertimbangkan dalam menentukan penilaian dasar dan tujuan manajemen yaitu:

a.       Hak Asasi Manusia

b.      Hak dan kewajiban bekerja

c.       Akhlaqul karimah

 

C.    Unsur Manajemen Syari’ah dan Implikasinya di Bank Syari’ah

1.      Perencanaan

Semua dasar dan tujuan manajemen seperti tersebut di atas haruslah terintegrasi, konsisten dan saling menunjang satu sama lain. Untuk menjaga konsistensi kearah pencapaian tujuan menejemen maka setiap usaha itu harus didahului olehproses perencanaan yang baik. Allah berfirman dalam Surah Al-Hasy (59):18. Suatu perencanaan yang baik dilakukan melalui berbagai proses kegiatan yang meliputi forecasting, objective, policies, programes, procedures dan budget. Pada dasarnya perencanaan di bank syariah merupakan bagian dari manajemen keuangan bank secara umum. Dimana, pada perencanaan bank syariah terdapat asas dan prinsip syariah dalam perlakuan pada arus kas, manajemen sumber dana, manajemen penggunaan dana misalnya.

a.       Forecasting

Forecasting adalah suatu peramalan usaha yang sistematis, yang paling mungkin memperoleh sesuatu di masa yang akan datang, dengan dasar penaksiran dan menggunakan perhitungan yang rasional atas fakta yang ada. Fungsi periraan adalah untuk memberi informasi sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Bagi menejer yang telah berpengalaman tidak jarang terjadi perkiraan itu dilakukan berdasarkan intuisi atau firasat. Langkah pertama yang harus dilakukan oleh manajeman bank adalah melakukan peramalan usaha dengan melihat kondisi internal dan eksternal dalam rangka perumusan kebijakan dasar.

b.      Objective

Objective atau tujuan adalah nilai yang akan dicapai atau diinginkan oleh seseorang atau badan usaha. Tujuan dari organisasi harus dirumuskan dengan jelas, realistis dan dapat diketahui oleh semua orang yang terlibat dalam organisasi, agar mereka dapat berpartisipasi dengan penuh kesadaran.

Tujuan manajemen bank syari’ah tidak saja meningkatkan kesejahteraan bagi para stakeholders, tetapi juga harus mempromosikan dan mengembangkan aplikasi dari prinsip-prinsip Islam, syari’ah dan tradisinya ke dalam bisnis keuangan dan bisnis lainnya yang terkait. Oleh karena itu aktivitas perencanaan tujuan masa depan harus dilakukan dengan baik, teliti, lengkap dan rinci, dan perumusan kebijakan itu haruslah disusun bersama oleh direksi bersama-sama dengan dewan komisaris dan DPS dan perencanaan operasional harus disusun bersama dengan para pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan operasional. Jadi yang dimaksudkan adalah agar kita menyusun perencanaan tujuan secara profesional, tidak sekedar coba-coba.

c.       Policies

Policies dapat berarti rencana kegiatan (plan of action) atau dapat diartikan sebagai suatu pedoman pokok (guiding principles) yang diadakan yang diadakan oleh suatu Badan Usaha untuk menentukan kegiatan yang berulang-ulang.

Suatu policies dapat dikenal dengan dua macam sifat, yaitu: pertama merupakan prinsip-prinsip dan kedua sebagai aturan untuk kegiatan-kegiatan (rules of actions). Oleh karena itu policies merupakan prinsip yang menjadi aturan daalam kegiatan yang terus-menerus, setidak-tidaknya selama jangka waktu pelaksanaan rencana suatu organisasi. Keputusan mengenai suatu policies ditentukan oleh top manajemen atau chief executive officer atau Board of Directions dari suatu Badan Usaha. Para manajer bertanggung jawab (accountable) untuk menafsirkan, menjelaskan dan menjamin pelaksanaan policies tersebut. Suatu policies haruslah merupakan suatu pernyataan positif (pocitive declaration) dan merupakan perintah yang harus dipenuhi (imperative) oleh seluruh jajaran di dalam organisasi secara vertikal ke bawah.

Bidang kegiatan bank yang perlun dirumuskan dalam wujud kebijakan dasar (basic policies) umumnya meliputi bidang penting dalam aktifitas bank, yaitu meliputi :

1)      Tipe nasabah yang dilayani atau sasaran bagi pemasaran produknya.

2)      Jenis layanan yang disediakan.

3)      Daerah atau wilayah pelayanan.

4)      Sistem penyampaian produk dan jasa bank.

d.      Persaingan

Ketepatan dan kecepatan pelayanan dengan biaya yang relatif murah adalah dambaan nasabah, karena itu bank harus tanggap dan berupaya menciptakan suasana fanatisme nasabah melalui pelayanan prima agar mampu bersaing dengan baik.

e.       Programmes

Adalah sederetan kegiatan yang digambarkan untuk melaksanakan policies. Program ini merupakan rencana kegiatan yang dinamis yang biasanya dilaksanakan secara bertahap, dan terikat dengan ruang dan waktu.

f.       Schedules

Adalah pembagian program yang harus diselesaikan menurut urutan-urutan waktu tertentu. Dalam keadaan terpaksa schedules dapat berubah, tapi program dan tujuan tidak berubah.

g.      Procedures

Adalah suatu gambaran sifat atau metode untuk melaksanakan suatu kegiatan atau pekerjaan. Perbedaanya dengan program adalah program menyatakan apa yang harus dikerjakan, sedangkan prosedur bericara tentang bagaimana mekanismenya.

h.      Budget

Adalah suatu taksiran atau perkiraan biaya yang harus dikeluarkan dan pendapatan yang diharapkan dipeorleh dimasa yang akan datang.

 

2.      Pengorganisasian

Allah menciptakan manusia dalam satu komunitas, satu sama lainnya saling berhubungan dan berinteraksi. kesemuanya ditugasi atau diamanahi sebagai kholifah dimuka bumi. Dalam menjalankan fungsi kekholifahannya diharapkan dapat menciptakan kemakmuran. Pengorganisasian atau Perencanaan dan pengembangan orgaisasi adalah meliputi pembagian kerja yang logis, penetapan garis tanggung jawab dan wewenang yang jelas, pengukuran pelaksanaan dan prestasi yang dicapai.

3.      Struktur Organsiasi

Disamping Dewan Komisaris dan Direksi, Bank Umum Syariah dan BPRS wajib memiliki Dewan pengawas syariah (DPS) yang ditempatkan di kantor pusat bank tersebut. Anggota DPS harus terdiri dari para pakar di bidang syariah muamalah yang ditunjuk oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) . Oleh karena itu struktur organisasi bank perlu disesuaikan.

Sementara itu bagi bank umum konvensional yang membuka kantor cabang syariah, selain wajib memiliki DPS juga diwajibkan membentuk Unit Usaha Syariah (UUS). UUS merupakan satuan kerja di kantor pusat bank umum yang berfungsi sebagai kantor induk bagi kantor-kantor cabang syariah. Karena BPR konvensional tidak diperkenankan untuk memiliki kantor cabang syariah, maka UUS tidak dikenal pada BPR.

a.       Dewan Syariah Nasional

Dewan Syariah Nasional (DSN) merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas menumbuh kembangkan penerapan niilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan sektor keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank, asuransi dan reksadana.
Anggota DSN terdiri dari para ulama, praktisi dan pakar dalam bidang-bidang yang terkait dengan perekonomian dan syariah muamalah. Anggota DSN ditunjuk dan diangkat oleh MUI untuk masa bakti 4 tahun. DSN merupakan satu-satunya badan yang mempunyai kewenangan mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan, produk dan jasa keuangan syariah serta mengawasi penerapan fatwa dimaksud oleh lembaga-lembaga keuangan syariah di Indonesia. Disamping itu DSN juga mempunyai kewenangan untuk:

1)      memberikan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai anggota DPS pada satu lembaga keuangan syariah.

2)      Mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS di masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum fihak terkait.

3)      Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi kettentuan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan BAPEPAM.

4)      Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN.

5)      Mengusulkan kepada pihak yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.

 

b.      Dewan Pengawas Syariah

Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah badan independen yang ditempatkan oleh Dewan Syariah nasional (DSN) pada bank. Anggota DPS harus terdiri dari para pakar di bidang syariah muamalah yang juga memiliki pengetahuan umum bidang perbankan. Persyaratan anggota DPS ditetapkan oleh DSN.

Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, DPS wajib mengikuti fatwa DSN yang merupakan otoritas tertinggi dalam mengeluarkan fatwa mengenai kesesuaian produk dan jasa bank dengan ketentuan dan prinsip syariah.

Tugas utama DPS adalah mengawasi kegiatan usaha bank agar tidak menyimpang dari ketentuan dan prisnip syariah yang telah difatwakan oleh DSN. Selain itu DPS juga mempunyai fungsi:

1)      Sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan Unit Usaha Syariah dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah.

2)      Sebagai mediator antara bank dan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari bank yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN.

3)      Sebagaii perwakilan DSN yang ditempatkan pada bank. DPS wajib melaporkan kegiattan usaha serta perkembangan bank syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun. Bank yang akan membentuk DPS dalam rangka perubahan kegiatan usaha atau membuka kantor cabang syariah untuk pertama kalinya dapat menyampaikan permohonan penempatan anggota DPS kepada DSN.

 

KESIMPULAN

 

Jika semua faktor jiwa kepemimpinan yang telah diterangkan diatas ada pada setiap orang dengan rasa tanggung jawab, maka akan terciptalah mekanisasi roda kepemimpinan yang harmonis, berjalan lancar, dan tertib sehingga dengan demikian keberhasilan dan kemenangan akan mudah dicapai sebagai tujuan utama.

Bagaimanapun keadaan manusia di muka bumi ini tidaklah terlepas dari rasa tanggung jawab, terlebih sebagai pemimpin, pemerintah atau pamong maupun organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan lainnya, maka dari segenap pola tingkah laku dan sikap akan dipertanggung jawabkan kepada Allah Swt. Methode, reporting, budgeting dan lainnya merupakan realisasi dari amanat yang diemban sebagai orang pimpinan yang jujur serta bertanggung jawab.

Aspek dan Sifat Manusia Sebagai Dasar Manajemen Bank Syari’ah seharusnya adalah Kebutuhan fitrah manusia sebagai dasar managemen yaitu Manusia sebagai makhluk moral spiritual, yang membedakan antara kebaikan dan kejahatan, memiliki dorongan bawaan untuk mencapai realitas di luar pengertian akal. Fungsi dari moral spiritual ini diperankan oleh hati. Dalam hal ini, hati berfungsi memberikan pertimbangan kepada nafsu, apakah jenis kebutuhan yang diinginkannya itu halal atau haram, bermanfaat ataukah membahayakan dirinya, jumlah kebutuhan yang diinginkannya itu wajar ataukah berlebihan, dan cara mendapatkannya itu layak ataukah tidak untuk diperturutkan dan dilaksanakan.
Selanjutnya tujuan hidup manusia sebagai tujuan managemen yaitu Bagi setiap muslim, keridlaan Allah adalah segala sumber dari kebahagiaan, di dunia dan di akhirat. Dunia adalah ladang tempat bertanam, hasil yang dinikmatinya di dunia adalah bagian kecil saja dari hasil yang sesungguhnya akan diperoleh. Bagian hasil terbesar justru akan dinikmatinya di akhirat. Allah, selain sebagai satu-satunya zat yang patut disembah (tauhid uluhiyah), Allah jualah satu-satunya pengatur seluruh alam beserta isinya (tauhid rubbubiyah). Manusia sebagai hamba-Nya wajib menyerahkan diri bulat-bulat kepada-Nya dan rela untuk diatur oleh-Nya. Pemenuhan kebutuhan hidupnya di dunia sebatas keperluan untuk mengabdikan dirinya kepada Allah. Oleh karenanya setiap usaha yang dilakukan dalam kehidupan dunia ini haruslah senantiasa disesuaikan dengan hukum dan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh syariah Allah SWT.


 

           DAFTAR PUSTAKA

Muhammad, Manajemen Perbankan Syari’ah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005.

http://asihanassa12.blogspot.com/2013/06/pola-manajemen-bank-syariah.html

http://nizaryudharta.blogspot.com/2013/07/pola-dasar-menejemen-bank-Syariah.html

https://www.facebook.com/HanafiHauVanJau/posts/505193512850622

 

Tidak ada komentar: