Rabu, 23 September 2020

 

NAMA : AHMAD NURHUDA

PRODI :HES (HUKUM EKONOMI SYARIAH)

 

Q.S. Al-Hasyr : 22 Artinya : Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al-Hasyr : 22)

 Q.S. Adz-Dzariyaat : 19 Artinya : Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. (Q.S. Adz-Dzariyaat : 19)

Yang dimaksud dengan harta-harta mereka adalah setiap harta orang yang lebih dalam kepemilikannya haruslah membagi hartanya tersebut, karena pada setiap harta manusia ada bagian untuk orang lain yang membutuhkan.Tidak beda halnya dengan zakat, sedekah, dan infak karena itu merupakan hak bagi orang yang membutuhkannya, baik orang yang tak meminta dan orang yang kurang berkecukupan dalam segi materi dan pamanuhan kehidupannya.

Q.S. At-Thalaq : 7 Artinya : Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan. (Q.S. At-Thalaaq : 7)

 Q.S. Al-Ma’arij : 24-25 Artinya : Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta). (Q.S. Al-Ma’arij : 24-25)

 Q.S. At – Taubah : 103 Artinya Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (Q.S. At-Taubah : 103) Sebab Turunnya Ayat Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa surah ini turun pada waktu perang bani nadlir. (Diriwayatkan oleh AL-Bukhari yang bersumber dari ibn ‘Ab-bas) Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Rosulullah SAW mengirim pasukan bersenjata. Mereka mendapat kemenangan dan ghanimah. Setelah selesai peperangan datanglah orang-orang miskin meminta bagian maka turunlah ayat ini sebagai penegasan bahwa pada harta ghanimah terdapat bagian kaum fakir miskin. (Diriwayatkan oleh Ibn Jarir dan Ibn Abi Hatim, yang bersumpah dari al-Hasan bin Muhammad al-Hanafiyyah).Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Abu Lubabah bersama kedua temannya, setelah dilepaskan dari tiang-tiang, datang menghadap Rasulullah saw. Dengan membawa harta bendanya, seraya berkata :”ya Rasulullah! Ini adalah harta benda kami, sedekahkanlah atas nama kami, dan mintalah ampunan bagi kami.” Rasulullah saw menjawab, “ aku tidak diperintah untuk menerima harta sedikit pun.” Maka turunlah QS. At-Taubah : 103, yang memerintahkan untuk menerima sedekah mereka dan mendoakan mereka.Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari ‘ali bin abi thalhar yang bersumber dari ibnu ‘abbas. Diriwayat lain dikemukakan bahwa ayat ini (QS. At-Taubah ; 103) turun berkenaan dengan tujuh orang (yang meninggalkan diri, tidak mengikuti Rasulullah SAW ke perang Tabuk). Empat orang diantaranya mengikat dirinya masing-masing di tiang-taiang, yaitu: Abu Lubabah, Mirdas, Aus bin Khudzam, dan Tsa’labah bin wadi’ah. (HR. Abdillah dari Qatadah).Ayat ini menjelaskan bahwa Sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah, dan setiap orang yang menyembah selain Dia seperti tumbuh-tumbuhan, batu, berhala, atau raja adalah batal. Allah Maha mengetahui segala sesuatu yang tampak di jagat raya baik yang tampak maupun tidak tampak, serta tidak ada satu yang di langit dan di bumi ini yang lepas dari pengetahuan Tuhan. Allah memiliki Rahmat yang amat luas yang menjangkau seluruh Ciptaan-Nya. Allah Maha Pengasih di dunia dan akhirat serta pada keduanya. Ayat ini menunjuk-Nya dengan kata “Dia” yakni Dia yang menurunkan Al-Quran dan yang disebut-sebut pada ayaty-ayat yang lalu Dia, Allah Yang tiada Tuhan yang berhak disembah, serta tiada Pencipta dan Pengendali alam raya selain Dia, Dia Maha Mengetahui yang ghaib baik yang nisbiy/relatif maupun yang mutlak dan yang nyata, Dia-lah saja ar-Rahman Pencurah rahmat yang bersifat sementara untuk seluruh makhlukdalam pentas kehidupandunia ini lagi ar-Rahim pencurah rahmat yang abadi bagi orang-orang beriman di akhirat nanti.Kata (Huwa) yang mendahului ar-Rahman ar-Rahim berfungsi mengkhususkan kedua sifat itu dalam pengertiannya yang sempurna hanya untuk Allah SWT. Kata (Huwa) sepintas tidak diperlukan lagi karena telah menunjuk kepada Allah. Tetapi ini agaknya untuk menggambarkan semua sifat-sifat-Nya.sebelum menyebut sifat-sifat tertentu, karena kata Allah menunjukkan kepada Dzat yang wajib wujud-Nya itu dengan sifat-Nya, baik sifat Dzat maupun sifat fi’il. "Dia adalah Maha Murah, Maha Penyayang." (ujung ayat 22).Ar-Rahmaan kita artikan Pemurah.Ar-Rahiim kita artikan Penyayang. Hasil jipratan dari sifat Rahman dan sifat Rahim itu ialah Rahmat. Rahmat itu pun diartikan juga kasih-sayang! Kasih-sayang Allah itu nampak di mana saja, apabila saja,Kemurahan dan kasih-sayang Ilahi itulah yang kita lihat di mana-mana dan Kasih-sayang serta kemurahan Tuhan itulah yang menyebabkan hidup kita sesuai dalam bumi ini. Kita diberi kemudahan dan penyelenggaraan. Segala sesuatu di atas bumi ini dapat kita memanfaatkan. Bahkan pertalian di antara satu bintang dengan bintang yang lain, pertalian antara bumi dengan bulan, mata­hari dengan bintang-bintang satelitnya, semuanya berjalan dalam lindungan kasih-sayang dan kemurahan Tuhan.Banyak sekali pendapat ulama mengenai makna muharromu tetapi sebagian diantaranya merupakan cotoh-contoh dari orang-orang yang wajar dinamai mahrum. Konon asy-sya’bi salah seorang yang hidup pada masa sahabat Nabi saw, pernah berkata: “Telah berlalu usiaku sebanyak tujuh puluh tahun sejak aku dewasa, aku belum memahami apa yang dimaksud dengan al-mahrum”. Tapi ada salah satu sumber yang menyatakan bahwa kosakata dari ayat tersebut adalah muharromu  maknanya berkisar pada arti al-man’atau tercegah, terhalangi dan lain sebagainya. Sebagian ahli tafsir mengartikannya sebagai orang yang menjaga diri dari meminta-minta, padahal dirinya dalam kekurangn. Sebagian lagi mengartikannya dengan orang yang terkena malapetaka terhadap tanamannya atau hewanya.Ayat ini menerangkan bahwa disamping mereka melaksanakan sholat wajib dan sunnah, mereka juga selalu megeluarkan infaq fi sabilillah deangan cara mengeluarkan zakat atau sumbangan derma atau songkongan sukarela karena mereka memandang bahwa pada harta-harta mereka itu ada hak fakir miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta bagian karena merasa malu untuk meminta.Selain itu juga diperkuat dengan Allah berfirman bahwa, “dan harta-harta mereka ada hak” yaitu bagian yang dipisahkan dan dikhususkan untuk orang yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapatkan bagian. Adapun orang yang meminta-minta itu, maka sudah diketahui, yaitu orang yang memulai upayanya dengan jalan meminta-minta dan orang yang seperti itu ada haknya.Adapun yang dimaksud dengan orang miskin yang tidak mendapatkan bagian, maka Ibnu Abbas r.a dan yang lainnya mengatakan, “dia adalah orang yang bernasib buruk yang tidak mendapatkan bagian dalam islam, yaitu tidak mendapatkan dari baitul mal, dia tidak mempunyai usaha dan keahlian yang dapat dijadikan pegangan untuk kehidupan sehari-hari”. Ayat di atas menjelaskan prinsip umum yang mencakup penyusunan dan sebagainya sekaligus menengahi kedua pihak dengn menyatakan bahwa :Hendaklah yang lapang yakni mampu dan memiliki banyak rezeki memberi nafkah untuk istri dan anak-anaknya dari yakni sebatas kadar kemampuannya dan dengan demikian hendaknya ia memberi sehingga anak dan istrinya itu memiliki pula kelapangan dan keluasan berbelanja dan siapa yang disempitkan rezekinya yakni terbatas penghasilannya, maka hendaklah ia memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya.Jangan sampai dia memaksakan diri untuk nafkah itu dengan mencari rezeki dari sumber yang tidak direstui Allah.Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sesuai apa yang Allah berikan kepadanya. Karena itu janganlah wahai istri menuntut terlalu banyak dan pertimbangkanlah keadaan suami dan bekas suami kamu. Di sisi lain hendaklah semua pihak selalu optimis dan mengharap kiranya Allah memberinya kelapangan karena Allah karena akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.Sa yaj’alu Allah ba’da ‘usrin yusran “Allah akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan ada ulama yang memahaminya sebagai janji yang pasti terlaksana. Al-Biqa’i mengomentari penggalan ayat ini bahwa: “Karena itu tidak ada seseorang yang terus-menerus sepanjang usianya dalam seluruh keadaannya hidup dalam kesempitan.” Ada lagi yang menyatakan bahwa ayat ini ditunjukan kepada kaum muslimin pada masa Nabi SAW. Di mana kelapangan rezeki telah mereka dapatkan dengan kemenangan-kemenangan yang ereka raih dalam peperangan dan yang menghasilkan harta rampasan serta lahan pertanian.Menurut Thabathaba’i penggalan ayat itu berarti: “Allah akan mempermudah baginya kesulitan yang dihadapinya atau mempermudah baginya persoalan dunia dan akhirat, kalau bukan berupa kelapangan di dunia maka ganti yang baik di akhirat kelak.” Disamping mengerjakan salat untuk mengingat dan menghambakan diri kepada Allah, manusia memperintahkan agar selalu meneliti harta yang telah dianugrahkan Allah kepadanya; apakah dalam harta itu telah atau belum ada hak orang miskin yang meminta-minta, dan orang miskin yang tidak mempunyai sesuatu apa pun. Jika ada hak mereka, segera mengeluarkan hak itu. Karena dia percaya bahwa selama ada hak orang lain dalam hartanya itu, berarti hartanya belum lagi suci, Allah SWT. Berfirman: ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.Ayat-ayat di atas menyatakan bahwa: dan orang-orang dalam harta mereka ada hak yakni bagian tertentu yang mereka peruntukkan bagi orang-orang yang butuh yang meminta dan yang tidak mempunyai apa-apa tetapi enggan dan malu meminta dan juga orang-orang yang mempercayai keniscayaan hari pembalasan, sehingga mempersiapkan bekal.Sementara ulama memahami makna baqqun ma’lum atau hak tertentu dalam arti zakat, karena zakat adalah kewajiban yang telah tertentu kadarnya. Ulama lain memahaminya dalam arti kewajiban yang ditetapkan sendiri oleh yang bersangkutan selain zakat dan yang mereka berikan secara suka rela dan jumlah tertentu kepada fakir miskin. Ini karena ayat di atas dikemukakan dalam konteks pujian, dan tentu saja pendapat kedua ini lebih menonjol sifat terpujinya.Amwal (At-Taubah 103) Amwal merupakan bentuk jama’ dari mal yang berarti harta benda. Amwal dalam ayat ini terkait harta benda yang wajib dikeluarkan zakatnya. Zakat yang dikeluarkan dari amwal biasanya zakat al-mal atau zakat al-amwal. Amwal itu sendiri dapat berbentuk an-naqdain (emas dan perak) az-zuru’ (tanaman), as-simar (buah-buahan), at-tijarah (perdagangan atau niaga), ar-rikaz (barang temuan simpanan, atau harta karun), dan al-ma’adin (barang tambang).Perintah Allah pada permulaan ayat ini ditunjukkan kepada Rasul-Nya agar Rasulullah sebagai pemimpin mengambil sebagian dari harta benda mereka sebagai sedekah atau zakat. Ini untuk menjadi bukti kebenaran tobat mereka karena sedekah atau zakat tersebut akan membersihkan diri mereka dari dosa yang timbul karena mangkirnya (malas) mereka dari peperangan dan untuk mensucikan diri mereka dari sifat “cinta harta” yang mendorong mereka untuk mangkir dari peperangan itu. Selain itu sedekah atau zakat tersebut akan membersihkan diri mereka pula dari semua sifat-sifat jelek yang timbul karena harta benda, seperti kikir, tamak, dan sebagainya. Oleh karena itu, Rasul mengutus para sahabat untuk menarik zakat dari kaum Muslimin.Di samping itu, dapat dikatakan bahwa penuaian zakat berarti membersihkan harta benda yang tinggal, sebab pada harta benda seseorang terdapat hak orang lain, yaitu orang-orang yang oleh agama islam telah ditentukan sebagai orang-orang yang berhak menerima zakat. Selama zakat itu belum dibayarkan oleh pemilik harta tersebut, maka selama itu pula harta bendanya tetap bercampur dengan hak orang lain, yang haram untuk dimakannya. Akan tetapi, bila ia mengeluarkan zakat dari hartanya itu, maka harta tersebut menjadi bersih dari hak orang lain. Orang yang mengeluarkan zakat terbebas dari sifat kikir dan tamak. Menunaikan zakat akan menyebabkan keberkahan pada sisa harta yang masih tinggal, sehingga ia tumbuh dan berkembang biak. Sebaliknya bila zakat itu tidak dikeluarkan, maka harta benda seseorang tidak akan memperoleh keberkahan.Perlu diketahui, walaupun perintah Allah dalam ayat ini pada lahirnya ditunjukkan kepada Rasul-Nya, dan turunnya ayat ini berkenaan dengan peristiwa Abu Lubabah dan kawan-kawannya namun hukumnya juga berlaku terhadap semua pemimpin atau penguasa dalam setiap masyarakat muslim, untuk melaksanakan perintah Allah dalam masalah zakat ini yaitu untuk memungut zakat tersebut dari orang-orang Islam yang wajib berzakat, dan kemudian membagi-bagikan zakat itu kepada yang berhak menerimanya. Dengan demikian, maka zakat akan dapat memenuhi fungsinya sebagai sarana yang efektif untuk membina kesejahteraan masyarakat.Selanjutnya dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya, dan juga kepada setiap pemimpin dan penguasa dalam masyarakat, agar setelah melakukan pemungutan dan pembagian zakat, mereka berdoa kepada Allah bagi keselamatan dan kebahagiaan pembayar zakat. Doa tersebut akan menenangkan jiwa mereka, dan akan menenteramkan hati mereka, serta menimbulkan kepercayaan dalam hati mereka bahwa Allah benar-benar telah menerima tobat mereka.Semoga Allah memberi pahala terhadap apa-apa yang kamu berikan, dan memberkahi apa yang tinggalkan. Pada akhirnya ayat ini diterangkan bahwa Allah Maha Mendengar setiap ucapan hamba-Nya yang bertobat, Allah Maha Memgetahui semua yang tersimpan dalam hati sanubari hamba-Nya, seperti rasa penyesalan dan kegelisahan yang timbul karena kesadaran atas kesalahan yang telah diperbuat. QS. Al-Hasyr : 22 , QS. Adz-Dzaariyaat : 19, at-Taubah 103 dan QS. Al-Ma’arij : 24-25,Munasabah keempat surat diatas ialah di dalam harta yang kita miliki itu ada hak-hak orang lain baik ia meminta atupun tidak. Dan itu semua dapat menjadikan kita lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, karena hanya Dialah tempat kita mengadu, meminta pertolongan dan banyak hal lainnya. Kita ketahui bersama bahwa Allah adalah Maha Mengetahui apa saja yang kita lakukan.Apabila kita berbuat baik maka Allah akan membalasnya dengan kebaikan. Apabila kita berbuat keburukan maka Allah akan memberikan ganjaran yang setimpal dengan apa yang telah kita kerjakan. Namun jika kita telah berbuat kebathilan dan kita ingin bertobat dengan sungguh-sungguh dan tidak akan melakukan perbuatan itu lagi maka insya Allah, Allah akan menerima tobat kita karena Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.Dan bersedekah adalah taubat yang berkaitan dengan harta, sedangkan tobat yang tulus adalah sedekah dalam bentuk amal dan kegiatan nyata. Kegiatan nyata, antara lain membayar zakat dan bersedekah. Dan Allah juga telah mengatur bagaimana kita dalam mentalaq seorang istri dan kita Munasabah surat QS. Al-Hasyr : 22 , QS. Adz-Dzaariyaat : 19, at-Taubah 103 dan QS. Al-Ma’arij : 24-25, at-thalaq ayat 7 dengan Distribusi Dalam Islam,Islam membolehkan adanya harta pribadi dan hasil usaha pribadi dan bukan seperti Negara totaliter yang menguasai semua kekayaan dan memperlakukan rakyatnya seperti mesin tanpa perasaaan dan belas kasihan. Paham komunis memaksa setiap orang untuk menganut ideology yang sama. Ajaran Islam penuh dengan esensi moral dan keadilan social yang akan menjadi patokan umum antara orang Islam dan non Islam.Masyarakat bebas menyakini apa yang mereka sukai dan bekerja sesuai keingingan sepanjang pekerjaan mereka tidak mengandung norma-norma yang tidak bermoral dan anti social. Setiap orang diwajibkan mencari nafkah dengan kerja keras dan kejujuran untuk kepuasan dari apa yang diinginkan lalu membelanjakan dari kelebihan yang dimiliki untuk memenuhi kebuthan-kebutuhan orang miskin yang melarat yang ada pada masyarakat.Dengan kata lain, orang-orang islam diharapkan menyumbangkan kekayaan mereka dengan ikhlas sehingga kebutuhan kaum dhuafa itu dapat terpenuhi. Prinsip infaq tidak meminta seseorang untuk melupakan hak milik pribadinya tapi sekedar mengingatkan seseorang untuk menafkahkan hartanya sesuai kebutuhannya.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul, Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2002.

Abuddin Nata, Tafsir ayat-ayat pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta : 2002.

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah : Pesan, Kesan dan keserasian al-Qur’an, Juz II, Lentera Hati, Jakarta : 2002.

Muhammad Teungku Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul majid An Nuur, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000.

Mushthafa Al-Maraghi Ahmad, Tafsir Al-Maraghi, CV Toha Putra, Semarang: 1989. Shaleh Q,A Dahlan, Asbabun Nuzul edisi kedua, CV Penerbit Diponogoro, Bandung: 2000.



SEMOGA BERMANFAAT

 

 

 

 

 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar